Rabu, 30 Januari 2013

Gunung Lawu

GUNUNG LAWU  
   
 
    Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.  Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak  aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di  lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air  (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous. Gunung Lawu adalah sumber inspirasi dari nama kereta api Argo Lawu, kereta api eksekutif yang melayani Solo Balapan-Gambir.

Gunung Lawu memiliki tiga puncak, 
  Puncak Hargo Dalem
 
  Hargo Dumiling
 
  Dan Hargo Dumilah 

    Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai  tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan.  Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa  akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.  

                                                                Astana Giribangun
 

    Pendakian         Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena  populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan.Pendakian standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang  (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang  Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5.   Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik.Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui  Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita  akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang.  Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik.  Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata.Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu  alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada  bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos  4.Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan.  Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur  yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu  iris(karena seperti di iris).Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti  masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi  pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya berat untuk  pemula.Di atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu.  Misteri gunung Lawu      Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak  utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di  Tanah Jawa.  Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya  Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki  Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang  sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan  meditasi.   Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Praja Mangkunegaran.Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai  larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat  perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku  diyakini bakal bernasib naas.Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat  yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur  Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan  Pringgodani.

Peta pendakian Gunung Lawu

    Legenda gunung Lawu       Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang  Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.Raden Fatah setelah dewasa agama islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan  pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu.  Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi  memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit  yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya  yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang  praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak,  dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa  Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega  membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga  Dalem.Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu  kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis,  ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai  utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau  kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan  diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga  pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan  meninggalkan Sang Prabu di sini.Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan  Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa  gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya  kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan  tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar